Kamis, 13 September 2012

Pengantar Ilmu Hadist oleh Ali Nashiri (4)

PASAL KEEMPAT


Mengenal Mushthalah al Hadits (istilah-istilah ilmu hadits)


1. Ilmu Mushthalah al Hadits sering juga disebut dengan istilah-istilah lain, seperti Dirayah al Hadits, Ushul al Hadits. Akan tetapi sebutan yang dianggap lebih baik untuk ilmu ini adalah Mushthalah al Hadits (istilah-istilah hadits).


2. Mushthalah al Hadits adalah ilmu yang khusus mengkaji hal-hal yang ada kaitannya dengan hadits, seperti: membahas tentang pembagian Khabar, istilah-istilah yang terkait dengan sanad dan matan (teks), mengkaji tentang metode-metode dan syarat-syarat pemuatan dan syarat-syarat penukilan serta penerimaan berbagai riwayat.


3. Tema kajian dari Mushthalah al Hadits adalah sanad dan matan (teks) dan hal-hal yang terkait dengannya seperti kondisi-kondisi sahih atau hasan sebuah sanad, atau kondisi-kondisi seperti teks hadits itu bersifat Ijmal (umum) ataukah Tabyin (jelas). Kemampuan untuk mengenal istilah-istilah yang sering digunakan oleh Muhadditsin pada riwayat-riwayat ataupun hadits dan juga kemampuan untuk menyeleksi serta memilah mana hadits yang bisa diterima dan yang ditolak, merupakan diantara fungsi serta manfaat dari ilmu ini.


4. Kendati dikatakan bahwa permasalahan-permasalahan yang dikaji dalam ilmu ini relatif banyak atau bahkan ada yang mengatakan sekitar 60 kajian ilmu, namun perlu diketahui bahwa opini yang cukup over (berlebihan) ini dilatari oleh metode-metode yang banyak digunakan oleh ulama-ulama terdahulu, dimana mereka menganggap bahwa setiap masalah itu adalah satu ilmu. Dari sinilah bahwa masalah-masalah yang menjadi pokok kajian ilmu ini dapat dibagi sebagai berikut:


a. Pembagian-pembagian khabar (mutawatir, ahad, ahad ke shahih dan lain-lain).


b. Istilah-istilah (fokus kepada teks dan sanad ).


c. Syarat-syarat dan metode pemuatan hadits.


d. Syarat-syarat penukilan dan penerimaan riwayat-riwayat.


5. Mutawatir asal katanya adalah tawatara yang artinya adalah sesuatu yang datang berturut-turut dan secara istilah adalah suatu hadits dimana jumlah perawinya itu pada setiap level mencapai bilangan tertentu dimana umumnya berbohong bagi mereka itu adalah hal yang tidak mungkin.


6. Meskipun diusulkan bahwa jumlah perawi sebuah riwayat mutawatir itu berkisar pada 14, 20, 40 perawi, dan seterusnya. Namun umumnya para muhaddits -berbeda dengan pandangan diatas- meyakini bahwa parameter suatu khabar itu mutawatir adalah dapat memberikan atau mendatangkan keyakinan dan jumlah perawinya itu tidak menentu.


7. Syarat-syarat riwayat itu dikatakan mutawatir adalah: 1) Penyandaran profesional para pembawa Khabar kepada Hiss (daya perasa). 2) riwayat atau khabar tersebut mutawatir pada semua level.


Syarat-syarat yang mendatangkan keyakinan sehingga sebuah riwayat itu dikatakatan mutawatir adalah: 1) pendengar tidak tahu tentang isi khabar. 2) pendengar tidak didahului perasaan ragu atau ikut-ikutan.


8. Mutawatir itu dibagi menjadi dua bagian:


a. mutawatir secara redaksional (mutawatir lafzhi): yaitu ketika para perawi hadits mutawatir, pada semua level dan tingkatan, menukil sebuah hadits dan dari sisi redaksi, hadits itu tidak mengalami perubahan sedikit pun maka ia disebut sebagai mutawatir lafzhi. Kuantitas riwayat yang sifatnya mutawatir lafzhi sangatlah minim dan jarang ditemukan diantara ribuan riwayat yang ada.


b. mutawatir secara makna (mutawatir ma'nawi): yaitu ketika riwayat-riwayat itu memiliki perbedaan redaksi, namun ia memberikan makna dan arti yang sama maka riwayat tersebut dikatakan sebagai mutawatir ma'nawi.


9. Khabar wahid (hadits ahad) adalah hadits yang jumlah perawinya itu, pada semua atau salah satu level, tidak memenuhi syarat mutawatir. Umumnya riwayat-riwayat yang sampai ke kita adalah khabar wahid dan juga umumnya pembagian-pembagian serta istilah-istilah hadits itu didasarkan pada bentuk hadits seperti ini.


10. Ulama terdahulu Syi'ah Imamiyah secara mendasar, dengan titik fokus khabar wahid dengan qarinah-nya (indikasi) atau pun tanpa qarinah, telah membagi khabar wahid itu menjadi dua bagian; shahih (sahih) dan dha'if (lemah). Menurut mereka kalau khabar wahid itu disertai dengan qarinah maka dapatlah dikatakan kalau ia itu sahih dan sebaliknya, kalau tidak dibarengi oleh qarinah maka tentunya ia masuk pada bilangan khabar yang lemah (dha'if). Namun sejak dekade Allamah Hilli (wafat 677 H) atau Sayid bin Thawus (wafat 673 H), pembagian hadits-hadits tersebut seperti berikut ini: shahih, hasan, muwatstsaq, dan dha'if.


11. Khabar Shahih adalah sebuah riwayat yang sanadnya itu terdiri dari perawi-perawi yang adil, bermazhab Imamiyah pada seluruh level sampai kepada Imam Ma'shum as. Oleh karena itu, penukilan dari ma'shum, sanadnya bersambung, para perawinya itu adil dan bermazhab Imamiyah merupakan syarat-syarat ril sebuah khabar shahih.


12. Khabar Shahih menurut ahlusunnah adalah khabar yang memiliki tiga syarat wujudi (harus ada) dan dua syarat 'adami (harus tiada). Syarat-syarat yang harus ada itu diantaranya adalah: a. Sanadnya tidak terputus, b. Para perawi adil, c. Para perawinya kuat (dhabith).

Dua syarat yang harus tiada itu diantaranya adalah: a. Perawinya tidak langka (perawi yang menukilnya itu tidak boleh seorang saja), b. Riwayat tidak boleh cacad atau sakit ('Illah), seperti mursal atau berupa wahm (khayalan) yang sulit dipahami.


13. Hadits Hasan adalah sebuah hadits yang sanadnya itu, melalui para perawi bermazhab Imamiyah dan adil terkecuali satu atau beberapa orang perawi yang masih belum jelas keadilannya, bersambung sampai kepada Imam Ma'shum as. Dengan kata lain, pada dasarnya hadits hasan itu memenuhi seluruh syarat-syarat hadits shahih, kecuali bahwa dalam sanad hadits hasan tersebut terdapat seorang atau beberapa orang perawi yang meski dalam referensi-referensi Ilmu Rijal sering disebut-sebut (disanjung), akan tetapi keadilan-nya itu tidak jelas dan masih dipertanyakan.


14. Riwayat Hasan menurut pandangan ahlusunnah adalah sebuah riwayat yang memenuhi syarat-syarat hadits shahih (tiga syarat wujudi dan dua syarat 'adami) kecuali di dalam sanadnya terdapat seorang atau beberapa orang perawi yang dianggap kurang dhabith (kuat), yang secara istilah dikatakan Khafif al Dhabthi (kurang kuat).


15. Khabar Muwatstsaq adalah sebuah hadits yang sanadnya bersambung sampai ke Imam Ma'shum as dan para perawinya dari Imamiyah serta adil, namun diantara sanadnya itu terdapat seorang atau beberapa perawi non-Imamiyah. Baik itu dari pengikut kelompok ahlusunnah ataupun dari pengikut kelompok salah satu mazhab syi'ah.


16. Khabar Dha'if adalah sebuah hadits yang definisinya adalah selain dari definisi hadits shahih, hasan, dan muwatstsaq. Dengan kata lain, sebuah hadits yang sanadnya terputus atau para perawinya tidak adil dan lemah.


17. Istilah-istilah hadits itu secara mendasar dibagi kedalam tiga bagian, diantaranya adalah:


a. Istilah-istilah pada sanad:


* istilah-istilah terkait dengan masalah sanad yang bersambung (ith thishal al sanad).


* istilah-istilah terkait dengan masalah sanad yang terputus (inqitha' al sanad).


* istilah-istilah terkait cara penukilan dan pemuatan riwayat.


* istilah-istilah terkait metode penjelasan pada referensi- referensi Ilmu Rijal


b. Istilah-istilah pada matan (teks):


* istilah-istilah terkait bagaimana implikasinya (dilalah).


* istilah-istilah terkait penerimaan atau penolakan atas riwayat-riwayat.


c. Istilah-istilah Terkait Dengan Sanad dan Matan


18. Definisi istilah-istilah terkait dengan masalah sanad yang bersambung (ith thishal al sanad).


Terkait dengan tema ini, dibawah ini akan dijelaskan dengan sangat sederhana, yaitu sebagai beriku:


a.Musnad : suatu riwayat yang silsilah sanadnya itu, pada semua level, bersambung sampai ke Imam Ma'shum as.


b. Muttashil atau Maushul : suatu riwayat yang silsilah sanadnya itu sampai kepada Imam Ma'shum as atau kepada selainnya.


c. 'Ali dan Nazil : suatu riwayat yang jumlah perantaranya sampai kepada Imam Ma'sum as relatif sedikit maka disebut 'ali al sanad dan suatu riwayat yang kuantitas perantaranya sampai ke Imam Ma'shum as cukup banyak maka disebut nazil.


d. Mudhmar : suatu riwayat dimana pada sanad terakhir tidak disebutkan dengan jelas nama Imam Ma'shum as, dan hanya menggunakan dhamir ghaib (kata ganti orang ketiga). (untuk taqiyah atau penyerupaan)


e. Mufrad : suatu hadits yang hanya dinukil dari satu perawi atau dari satu firqah (kelompok) atau dari satu kota khusus.


f. Mauquf : suatu riwayat yang silsilah sanadnya itu berakhir pada sahabat Nabi saw atau sahabat Imam Ma'shum as. (bagi Syi'ah hadits seperti ini tidak memiliki kehujjahan).


g. Maqthu' : suatu riwayat yang sanadnya itu berakhir pada salah seorang tabi'in.


h. Masyhur : suatu riwayat yang seringkali dinukil, baik riwayatnya itu sesuatu hal yang langka (Syaz) atau pun bukan.


i. Mustafidh : suatu riwayat yang kuantitas perawinya itu, pada setiap level, lebih dari tiga orang.


j. 'Aziz : suatu riwayat yang kuantitas perawinya itu, pada setiap level, dua orang.


k. Syaz atau Nadir : suatu riwayat yang selain para perawinya tsiqah (kuat) juga memiliki satu sanad-sanad dan berbeda dengan suatu riwayat yang dinukil oleh sebuah kelompok (masyhur).


l. Munkar atau Mardud : suatu riwayat yang para perawinya itu tidak tsiqah (kuat) dan memiliki satu sanad-sanad dan berbeda dengan suatu riwayat yang dinukil oleh seuatu kelompok (masyhur).


19. Definisi istilah-istilah terkait dengan masalah sanad yang terputus.


Terkait dengan tema ini, dibawah ini akan dijelaskan dengan sangat sederhana, yaitu sebagai beriku:


a. Mu'allaq : suatu riwayat yang pada permulaan sanadnya terdapat perantara yang terhapus dan hadits tersebut disandarkan pada beberapa perawi berikutnya.


b. Munqathi' : suatu riwayat yang pada sanad pertama atau pada perantara atau pada keduanya terdapat seorang perawi yang dihapus.


c. Mu'dhal : suatu riwayat yang pada pertengahan sanadnya terdapat lebih dari satu orang perawi yang dihapus.


d. Marfu' : memiliki dua definisi; a) setiap hadits yang dinisbatkan kepada Imam Ma'shum as, baik hadits tersebut muttashil (bersambung) ataupun munqathi' (terputus). b) setiap hadits yang pada pertengahan atau akhir sanadnya terdapat satu atau lebih perawi yang terhapus dan tidak dijelaskan secara lafaz.


e. Mursal : memiliki dua istilah: a) makna umum ; setiap hadits yang terpaksa sanad-sanadnya dihapus dan mursal. (istilah yang banyak dipakai). b) makna khusus ; setiap hadits yang dinukil oleh para tabi'in dari Rasulullah saw dengan tanpa menyebut nama sahabat.


f. Mudallas : dibagi dua: a) tadlis sanad-sanad ; suatu riwayat yang sanadnya memiliki aib dan aib tersebut tersembunyi. b) tadlis pada syuyukh (syaikh-syaik); seorang perawi kendati ia bertemu dengan syaikh, namun ia enggan menyebut dengan jelas nama syaikh.


g. Maudhu' : suatu riwayat yang dibuat-buat (bohong) lalu dinisbatkan kepada Imam Ma'shum as.


20. Definisi istilah-istilah terkait cara penukilan dan pemuatan riwayat.


Terkait dengan tema ini, dibawah ini akan dijelaskan dengan sangat sederhana, yaitu sebagai beriku:


a. Makatib : suatu hadits yang menghikayatkan tentang penulisan hukum dari Imam Ma'shum as.


b. Mudabbij : suatu hadits dimana para perawinya itu sama dari sisi umur atau sanad-sanad atau pertemuannya dengan para syaikh. Dan satu dengan yang lainnya saling menukil.


c. Riwayat al Aqran : ketika dua orang perawi sama dari sisi umur, sama pertemuannya dengan syaikh dan hanya salah satu dari mereka yang menukilkan hadits kepada yang lain.


d. Riwayat al Akabir 'an al Ashaghir : ketika seorang perawi umurnya lebih tua atau pertemuannya dengan syaikh tidak sama atau pengetahuannya lebih tinggi dari seorang marwiyun 'anhu (yang diriwayatkan darinya).


21. Definisi istilah-istilah terkait metode penjelasan pada referensi- referensi Ilmu Rijal.


Terkait dengan tema ini, dibawah ini akan dijelaskan dengan sangat sederhana, yaitu sebagai beriku:


a. Majhul : suatu riwayat yang nama seluruh atau sebagian perawinya itu tidak disebutkan di dalam kitab-kitab rijal manapun.


b. Muhmal : suatu riwayat yang para perawinya itu disebutkan di dalam kitab-kitab rijal, namun tidak dijelaskan mengenai pujian dan celaan terhadap sebagian perawi tersebut.


c. Musytarak : suatu riwayat yang nama sebagian dari perawinya itu sama, akan tetapi sebagiannya tsiqah (kuat) dan sebagiannya lagi tidak.


d. Mutasyabih : suatu riwayat yang nama bapak para perawi tersebut sama dari sisi penulisan tetapi berbeda dari sisi pengucapan dan pelafalan.


22. Definisi istilah-istilah (pada matan/teks) terkait bagaimana implikasinya (dilalah).


Terkait dengan tema ini, dibawah ini akan dijelaskan dengan sangat sederhana, yaitu sebagai beriku:


a. Nash : suatu riwayat yang implikasinya (dilalah ) itu sedemikian jelas sehingga makna yang dimungkinkan didalamnya itu tidak lebih dari satu makna.


b. Zhahir : suatu riwayat yang dimungkinkan implikasinya (dilalah ) berbeda dengan makna zahirnya.


c. Mujmal : suatu riwayat yang implikasinya (dilalah ) itu bersifat mujmal (umum) dan tidak memberikan penjelasan lebih rinci atas hal-hal yang parsial.


d. Mubayyan : suatu riwayat yang mencoba menjelaskan lebih detil hal-hal yang bersifat parsial dan ia mencakup nash dan zhahir.


e. Nasikh : suatu riwayat yang menghapus hukum yang ada pada riwayat lain yang datang sebelumnya. (dengan datangnya hukum baru maka hukum lama pun terhapus).


f. Mansukh : suatu riwayat yang kandungan hukumnya dihapus karena ada riwayat baru.


g. Muhkam : suatu riwayat yang implikasinya (dilalah) itu cukup kuat dan tidak mengandung makna lain.


h. Mutasyabih : suatu riwayat yang memiliki beberapa makna dan makna yang betul-betul diinginkan si pembicara adalah makna yang ada dibalik makna lahiriahnya.


i. Musykil : suatu riwayat yang dari sisi kandungannya sangat dalam dan rumit. (misalnya; …...اعرفوا الله بالله و الرسول بالرسالة).


j. Gharib Lafzhi : suatu riwayat yang sebagian lafaz-lafaznya itu sulit untuk dipahami karena jarang digunakan.


23. Definisi istilah-istilah (pada matan/teks) terkait penerimaan atau penolakan atas riwayat-riwayat.


Terkait dengan tema ini, dibawah ini akan dijelaskan dengan sangat sederhana, yaitu sebagai beriku:


a. Maqbul : suatu riwayat yang diterima tanpa melihat dan memperhatikan sanad dan matannya.


b. Mu'tabar : suatu riwayat yang diterima oleh semua kalangan.


c. Mathruh : suatu riwayat yang matannya itu bertentangan dengan dalil qath'i (pasti) dan tidak bisa dita'wil.


24. Definisi istilah-istilah terkait dengan sanad dan matan


Terkait dengan tema ini, dibawah ini akan dijelaskan dengan sangat sederhana, yaitu sebagai beriku:


a. Mu'allal : suatu hadits yang pada matan dan sanadnya terdapat aib yang tersembunyi dan kompleks. (menurut istilah fuqaha sekarang, mu'allal adalah suatu hadits yang mengandung sebab hukum).


b. Mudraj : suatu hadits yang pada sanad dan matannya itu terdapat perkataan perawi dan dikira bagian dari riwayat.


c. Mushahhaf : suatu riwayat yang telah mengalami perubahan kendati ketika penulisan sanad dan matannya itu seakan-akan sama dengan matan aslinya. (seperti kata بريد berubah menjadi يزيد , kata حريز menjadi جرير, atau ستاً menjadi (شيئاً.


d. Mazid : suatu hadits yang dinukil dimana ia memiliki kelebihan ketika dibandingkan dengan hadits-hadits lain, dalam masalah yang sama.


25. Pada tahapan penukilan dan pemuatan riwayat, hanya ada dua syarat yang diharuskan: a) berakal, b) mumayyiz.


26. metode dan cara penukilan dan pemuatan riwayat itu terdiri dari delapan rupa: 1). Samma' 2). Qira'at 3). Ijazah 4). Munawalah 5). I'lam 6). Washiyat 7). Kitabat 8) Wijadah.

Diantara kedelapan metode ini, yang paling banyak digunakan adalah 1). Samma' 2). Qira'at 3). Ijazah.


27. Samma' ; yang artinya pendengaran adalah seorang perawi hadir di depan seorang Syaikh hadits (muhaddits) dan mendengarkan riwayat yang disebutkan olehnya, baik yang dilafalkan melalui hafalan ataupun melalui tulisan. Dan kalau perawi itu menulis perkataan Syaikh maka itu disebut imla' . Diantara kedelapan metode tersebut, metode inilah yang terbaik. { سمعت فلاناً / saya mendengar si fulan, فلان حدّث (telah berkata si fulan), حدّثني (telah berkata kepadaku), ) حدّثناtelah berkata kepada kami), اخبرنا (telah memberitakan kepada kami), أنبأنا (telah mengabarkan kepada kami), dan lain-lain}.


28. Qira'at ; yang artinya bahwa seorang perawi membacakan suatu riwayat dan Syaikh mendengarkan riwayat yang dibacakan tersebut. metode ini juga sering disebut dengan 'Aradh (عرض ). Qira'at adalah metode terbaik kedua setelah samma' dalam pemuatan hadits.


29. Ijazah ; artinya bahwa seorang syaikh memberi izin kepada perawi untuk menukil riwayat-riwayat yang ia dengar dari syaikh atau mengizinkan untuk menukil dari kitab riwayat syaikh. Paska era kodifikasi, pelaksanaan metode ijazah ini dilakukan secara formalitas demi mengambil berkah.


30. Munawalah; yakni seorang syaikh menyerahkan sebuah kitab hadits kepada perawi. Munawalah bisa dengan izin ataupun tanpa izin.


31. Kitabat; yaitu syaikh menuliskan riwayat-riwayatnya untuk diserahkan kepada responden yang hadir atau yang tidak hadir, atau syaikh menyuruh orang yang bisa dipercaya untuk menuliskan riwayat-riwayat tersebut dan diserahkan kepada responden. Kitabat bisa dengan izin ataupun tanpa izin. Misalnya (كتب اليّ فلان ).

32. I'lam; yakni seorang syaikh mengumumkan, baik dengan cara pengucapan yang jelas atau tidak jelas atau dengan cara menulis, bahwa kitab ini atau hadits ini dari si Fulan dan syaikh tidak mengatakan sesuatupun terkait pemberian izin untuk meriwayatkan hadits tersebut.


33. Washiyat; yakni syaikh, ketika hendak bepergian atau meninggal, mewasiatkan kepada seseorang untuk menukil kitab haditsnya.


34. Wijadah; secara bahasa berarti menemukan, dan menurut istilah adalah seorang perawi menemukan kitab atau riwayat-riwayat dengan tulisan syaikh dan kendati tidak sezaman, namun ia tetap menukilnya karena yakin kalau itu adalah tulisan syaik.


35. Dibawah ini adalah syarat-syarat yang diharuskan ketika menukil riwayat: 1). Menyebutkan sanad riwayat-riwayat, 2). Menyebutkan naskah riwayat dan menjauhi dari menukil makna, 3). Menyebutkan riwayat secara sempurna tanpa memotongnya.


36. Penyebutan sanad-sanad riwayat dimana hal ini hanya ada dikalangan umat Islam, merupakan diantara nilai plus tulisan-tulisan hadits dan sejarah yang dengan ini peluang untuk menerima atau menolak berbagai riwayat pun terbuka dan tersedia. Tak diragukan lagi bahwa tausiah-tausiah para pemimpin agama merupakan salah satu faktor utama yang mendorong umat Islam untuk lebih konsentrasi dan memperhatikan sejeli mungkin mengenai penyebuan sanad-sanad pada naskah-naskan hadits atau riwayat.


37. Dengan melihat bahwa konsepsi setiap riwayat itu sangat bergantung pada kata-kata dan bentuk susunannya, maka adalah sebuah kemestian bagi setiap perawi untuk tidak melakukan intervensi dan campur tangan terhadap nash riwayat-riwayat ketika hendak menukilnya. Dan meski penukilan nash riwayat-riwayat adalah hal yang sangat penting, tapi kesulitannya pun tidak bisa dibendungi. Dengan demikian, penukilan makna pada hadits dan riwayat-riwayat dari Rasulullah saw dan para Imam Ma'shum as itu diperbolehkan dengan catatan harus tetap menjaga prinsip-prinsip dan ushul-nya.


38. Ketiga syarat berikut ini adalah mesti ketika hendak menukil makna riwayat:


a. seorang perawi mengetahui makna kata-kata dan perbedaan bentuk susunan kalimat-kalimat sehingga ia mampu menukil riwayat tersebut sebaik mungkin dan seakan-akan sama dengan naskah atau teks aslinya.


b. jangan sampai melakukan sebuah pengurangan ketika hendak menyampaikan makna yang dimaksud.


c. dalam penyampaian dilalah-nya, itu sama seperti kata aslinya.


39. Bahwasanya komponen lafaz dan paragraf suatu riwayat adalah hal yang banyak berpengaruh dalam menyampaikan makna, maka itu dilarang melakukan pemotongan terhadap riwayat-riwayat kecuali pada tempat-tempat tertentu yang mana diantara paragraf tersebut tidak saling berkaitan dan pemotongan seperti ini bukan berarti merusak atau merobah makna.


40. Untuk menerima suatu riwayat, maka syarat-syarat berikut ini harus terpenuhi:


a. Islam


b. berakal


c. balig


d. beriman


e. Adil


f. retentive (dhabth / kuat)


Berdasarkan syarat-syarat ini, maka riwayat-riwayat orang kafir, orang gila, orang sunni, orang Syi'ah non-Imamiyah, orang fasiq, dan orang-orang yang kurang kuat hafalan dan daya tangkapnya, tidak bisa diterima.


Published with Blogger-droid v2.0.4

Tidak ada komentar:

Posting Komentar