Kamis, 13 September 2012

Pengantar Ilmu Hadist oleh Ali Nashiri (2)

PASAL KEDUA


Sejarah Singkat Hadits Ahlusunnah


1. Tahapan perjalanan sejarah hadits ahlusunnah itu dapat diklasifikasikan menjadi enam periode. Periode pelarangan atas kodifikasi hadits, Periode pembolehan melakukan kegiatan kodifikasi hadits dan era sekarang ini, yaitu era dan periode yang sangat penting dimana ilmu-ilmu hadits berkembang sangat pesat.


2. Munculnya gerakan pembakaran terhadap hadits-hadits yang jumlahnya kurang lebih 500 riwayat dan adanya larangan penukilan hadits dan juga lahirnya pernyataan yang menegaskan bahwa Al Qur'an sudah sangat cukup, merupakan salah satu ciri khas dan bentuk penentangan pemerintahan khalifah pertama (Abu Bakar) terhadap penulisan dan kodifikasi hadits.


3. Pembakaran atas tulisan-tulisan hadits Kaum Muslimin, mengumpulkan para sahabat yang menyebar di berbagai kota dan daerah di kota Madinah dalam rangka menghentikan gerakan penukilan hadits, memenjarakan sekelompok sahabat yang dianggap terlalu banyak menukil hadits-hadits Rasulullah saw, merupakan salah satu karakter serta bentuk penentangan yang transparan pemerintahan khalifah kedua (Umar bin Khaththab) terhadap penukilan, penulisan, serta kodifikasi hadits.


4. Larangan penulisan serta kodifikasi hadits pada periode pemerintahan Utsman bin Affan terus berlanjut, meskipun tidak sekeras era sebelumnya dan juga bisa dibilang relatif lebih longgar.


5. Untuk menjelaskan tentang apa saja yang menjadi motivasi munculnya larangan penukilan, penulisan dan kodifikasi hadits; disini dapat diajukan tiga alasan, yaitu: 1) banyaknya riwayat yang dinisbahkan kepada Rasulullah saw, 2) mencegah terjadinya ikhtilaf ditengah-tengah masyarakat, 3) khawatir akan bercampurnya hadits dengan Al Qur'an.


6. Banyaknya riwayat yang dinisbahkan kepada Rasulullah saw. Terkait dengan masalah adanya pelarangan hadits, dinukil dari tiga orang sahabat diantaranya adalah Abu Sa'id al Khudri, Zaid bin Tsabit dan Abu Hurairah menyatakan bahwa seluruh hadits-hadits tersebut dari aspek sanad dan dilalah memiliki problem atau bermasalah.


7. Melihat adanya pengakuan para muhaddits ahlusunnah mengenai terdapatnya riwayat-riwayat yang mengizinkan penulisan hadits dan riwayat-riwayat yang berisi larangan, maka untuk menjelaskan hal tersebut disini diusulkan empat solusi dalam menggabungkan riwayat yang berlawanan ini, yaitu: 1) pengizinan itu khusus untuk orang-orang yang lemah hafalannya, 2) pengizinan itu khusus bagi orang-orang yang sudah mengenal dan punya pengetahuan tentang dunia penulisan, 3) riwayat yang berisi larangan tersebut me-nasikh (menghapus) riwayat yang berisi pengizinan, 4) riwayat yang berisi pengizinan itu me-nasikh (menghapus) riwayat yang berisi larangan.


Alasan-alasan yang diajukan oleh Ahlusunnah ini merupakan hal yang tidak logis dan merupakan bentuk kebutaan mereka dalam memberikan solusi atas riwayat-riwayat yang bertolak belakang ini. Buktinya bahwa pada masa munculnya larangan penulisan hadits, para khalifah tidak menjadikan riwayat-riwayat tersebut sebagai sandaran serta landasan (dalam mengeluarkan perintah larangan penulisan).


8. Mencegah terjadinya ikhtilaf ditengah-tengah masyarakat. Ini alasan kedua dari munculnya larangan penukilan serta penulisan hadits dimana hal ini keluar dari ucapan Abu Bakar (khalifah kedua) sendiri. Alasan semacam ini sangatlah melenceng dan tidak logis, sebabnya adalah: 1) posisi hadits adalah menjelaskan ayat-ayat yang tidak bisa dipahami serta menghilangkan adanya ikhtilaf, bukan malah mengundang ikhtilaf, 2) solusi untuk mencegah munculnya ikhtilaf ditengah-tengah masyarakat adalah dengan menertibkan serta menyusun secara sistematis dan seksama hadits-hadits tersebut dan bukan dibakar serta dibasmi.


9. Khawatir akan bercampurnya hadits dengan Al Qur'an. Hal ini juga tidak bisa dijadikan alasan tepat dan logis untuk melarang penulisan dan kodifikasi hadits. Karena kalau kita anggap bahwa alasan ini bisa diterima, konsekuensinya bahwa hadits adalah ungkapan dan perkataan yang tidak jauh berbeda dengan Al Qur'an atau bahkan sama dengan Al Qur'an. Padahal kita tahu bahwa salah satu mu'jizat mendasar Al Qur'an adalah ketinggian sastranya dimana tidak akan ada seorang pun yang sanggup menyusun sebuah kalimat yang sama persis dengan Al Qur'an.


10. Melihat bahwa alasan-alasan yang diungkapkan oleh ahlusunnah dalam memberikan penjelasan atas sebab-sebab serta motivasi munculnya larangan penulisan dan kodifikasi hadits, maka para pakar dan ulama Syi'ah berkeyakinan bahwa dibalik pelarangan ini tersembunyi sebuah tujuan-tujuan serta kepentingan-kepentingan Non-Ilahi, yaitu: 1). mencegah dari tersebarnya nash-nash yang menjelaskan tentang keutamaan Ahlulbait as, khususnya keutamaan Imam Ali as, 2). menghilangkan jejak riwayat-riwayat yang menjelaskan tentang celaan kepada para khalifah, 3). mengembangkan metode ra'yu dan ijtihad yang berseberangan dengan nash.


Motivasi-motivasi dan tujuan-tujuan, yang diungkapkan serta dipaparkan oleh para pakar, semacam inilah yang menjadi titik fokus perhatian serta bahan acuan dari para khalifah. Karena untuk memperkuat serta mempertahankan kekuasaan dan pemerintahan yang direbutnya secara paksa dan aniaya, maka mereka terpaksa harus mengubur serta menghilangkan segala jejak yang ada kaitannya dengan pengangkatan dan pemuliaan Imam Ali as dan seluruh Ahlulbait as dan juga dengan terpaksa harus mengeluarkan perintah larangan penukilan, dan pengumpulan serta kodifikasi hadits. Dan juga karena kandungan riwayat-riwayat tersebut adalah menjelaskan keutamaan-keutamaan Ahlulbait as dan cacian terhadap para khalifah serta berisi tentang keharusan untuk mengamalkan nash-nash tersebut, dan ini dapat menjadi penghalang dan rintangan untuk tercapainya tujuan-tujuan politik mereka (para khalifah).


11. Kendati para khalifah dan orang-orang yang menuturkan alasan atas adanya larangan penulisan dan kodifikasi hadits, menganggap bahwa usaha mereka itu tidaklah sia-sia dan memiliki guna yang sangat berarti bagi Al Qur'an dan kaum Muslimin, akan tetapi realitas yang ada adalah dengan munculnya larangan penulisan dan kodifikasi hadits dalam jangka waktu yang cukup panjang, itu telah menimbulkan ribuan masalah yang tak dapat terselesaikan serta hilangnya peluang dan kesempatan emas dengan percuma dan juga kerugian besar yang melanda demi kemajuan budaya agama Kaum Muslimin; dimana diantaranya dapat kita jelaskan seperti berikut ini:


a. Hilangnya silsilah serta rentetan sanad-sanad ribuan riwayat dan hadits, sehingga para orientalis menjadikan hal ini sebagai alasan dan argumen bahwa sunnah dan hadits itu tidak valid dan tidak I'tibar.


b. Munculnya ribuan riwayat yang maudhu' , sebagaimana halnya diakui oleh para penyusun shihahu sittah (enam kitab hadits shahih).


12. Dengan adanya kebebasan penulisan dan kodifikasi hadits yang diprakarsai oleh pemerintahan Umar bin Abdul Aziz pada tahun 101 H, dan dengan perintahnya yang menyeru untuk mengumpulkan sunnah Nabi saw, muncullah sekelompok muhaddits yang berusaha mengumpulkan riwayat-riwayat dari sejak pertengahan abad pertama, kedua sampai akhir abad ini.


13. Malik bin Anas (179 H) adalah orang pertama yang menyodorkan sebuah kitab hadits, Muwaththa', atas perintah Mansur Dawaniqi. Ia menamakan kitab haditsnya itu dengan sebutan Muwaththa' dikarenakan usaha kerasnya untuk memilah dan merevisi riwayat-riwayat. Kitab Muwaththa' berisi sekitar 3091 hadits dan riwayat. Kitab ini menjadi bahan kritikan sebab banyak ditemukan riwayat-riwayat mursal dan juga keberpihakan kitab ini pada maktab fiqih Madinah.


14. Ahmad bin Hambal (241 H) adalah orang yang sudah banyak dikenal di kalangan muhadditsin dan juga merupakan salah satu imam mazhab fiqih ahlusunnah (fiqih Hambali). Ia menyusun sebuah kitab hadits berdasarkan pada nama 800 orang sahabat dan riwayat-riwayat yang dinukil itu melalui perantara mereka dan diberi nama Musnad. Tidak diberdayakannya akal dan cenderung mengandalkan pada penukilan-penukilan riwayat secara berlebihan serta meremehkan adanya analisis secara seksama terhadap sanad riwayat-riwayat yang sifatnya non-fiqih, merupakan faktor-faktor utama yang menyebabkan masuknya puluhan riwayat maudhu' atau dha'if ke dalam Musnad Ahmad bin Hambal dan ke-I'tibaran serta kevalidan kitab hadits ini pun menjadi berkurang dikalangan ahlusunnah.


15. Munculnya gerakan penulisan musnad dan kodifikasi riwayat yang tidak lagi melihat dan memperhatikan kesahihan atau kelemahan sebuah hadits dan riwayat tersebut dan juga menjadi peluang besar bagi terpenuhinya keinginan Ishaq bin Rahwiyah (guru Bukhari) untuk mengangkat Bukhari serta menyiapkan lahan baginya dalam rangka mengumpulkan dan membukukan riwayat-riwayat. Shahih Bukhari mengandung sekitar 7563 riwayat yang mana jumlah ini merupakan hasil seleksi si penyusun selama 16 tahun atas 600.000 riwayat. Riwayat-riwayat yang ada dalam kitab ini diklasifikasikan berdasarkan bab-bab fiqih, kalam, akhlak, tafsir, sejarah.


16. Mayoritas ulama ahlusunnah menganggap bahwa Shahih Bukhari adalah kitab hadits yang dijamin 100 % sahih dan ia merupakan kitab yang paling mu'tabar dan valid setelah Al Qur'an. Pribadi penyusun, lamanya kitab, ketelitian serta kehati-hatian dalam penulisan dan penyusunan serta kandungannya yang sahih yang seiring dan sejalan dengan teologi ahlusunnah, merupakan faktor-faktor pendukung yang menjadikan kitab Shahih Bukhari mendapat posisi yang sangat terhormat (dikalangan ahlusunnah).


17. Kendati Shahih Bukhari dianggap sangat mu'tabar dan valid, namun sejumlah peneliti hadits dari kalangan ahlusunnah telah mencoba mengkritisinya dan menyatakan bahwa padanya terdapat hadits dan riwayat lemah, baik dari segi redaksi ataupun dari aspek sanad.


18. Menghapus riwayat-riwayat yang berisi tentang peristiwa-peristiwa nyata sejarah, seperti riwayat tentang Ghadir Khum, tidak dicantumkannya riwayat-riwayat yang mendapat perhatian besar Ahlulbait as, disebutkannya riwayat-riwayat yang tidak sahih tentang keutamaan-keutamaan para khalifah dan sekelompok sahabat, merupakan bukti dan kisah nyata yang menggambarkan tentang kefanatikan buta Bukhari dan kebenciannya terhadap Ahlulbait as.


19. Muslim bin Hajjaj Qusyairi (261 H) adalah muhaddits tersohor kedua dikalangan ahlusunnah, dimana dengan menggunakan serta memanfaatkan pengetahuan hadits yang ia pelajari dari gurunya, Bukhari, dan menjadikan kitab Shahih Bukhari sebagai sebuah percontohan maka ia pun berhasil menyusun sebuah kitab hadits yang diberi nama Shahih Muslim.


Muslim telah menyeleksi dan memilih sebanyak 7275 riwayat dari sekitar 300.000 riwayat dan dilampirkannya di dalam kitabnya. Kitab Shahih ini pun disusun serta diklasifikasikan ke dalam beberapa bab sesuai dengan temanya, seperti: kalam, fikih, tafsir, sejarah dan lain-lain. Menurut ahlusunnah, dari aspek kemu'tabaran dan validitas, kitab Shahih Muslim menduduki peringkat setelah Shahih Bukhari.


20. Kendati kedua kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim memiliki kemiripan, namun dari sisi dan aspek syarat-syarat sahih riwayat menurut kedua penyusunnya dan metode klasifikasi dan sistematisasi bab-bab dan pasal-pasalnya dan lain sebagainya, terdapat banyak perbedaan dan umumnya para muhaddits ahlusunnah berasumsi bahwa dari dimensi ketelitian, penukilan riwayat-riwayat dan perhatiannya terhadap metode dan muatan-muatan sebuah riwayat dan sistematikanya, kitab Shahih Muslim lebih baik. Walaupun menurut mereka Shahih Bukhari itu berada pada posisi teratas dari sisi kekuatan dan kesahihan haditsnya.


21. Empat kitab hadits: Sunan Abu Daud (257 H), Sunan Tirmizi (279 H), Sunan Nasai (303 H), dan Sunan Ibnu Majah (273 H), adalah isi dan muatannya itu sama dimana lebih terfokus pada riwayat-riwayat yang ada hubungannya dengan masalah-masalah fikih dan ahkam dan dengan alasan ini pula, kitab-kitab tersebut dinamai Sunan. Validitas keempat kitab ini, dalam kacamata ahlusunnah, berada setelah kedua kitab shahih (Bukhari dan Muslim) dan adapun urutannya itu seperti halnya pada susunan diatas.


22. Diantara keempat sunan tersebut, Sunan Tirmizi dianggap lebih universal karena ia tidak hanya mencakup riwayat yang ada kaitannya dengan fikih dan ahkam, akan tetapi juga menyebutkan riwayat-riwayat yang terkait dengan tafsir, ma'ad (hari kiamat), keutamaan-keutamaan dan lain sebagainya. Atas dasar ini pula, Sunan Tirmizi terkadang ia disebut sebagai Jami' Tirmizi. Sunan Tirmizi menjadi sasaran kritikan pula sebab ia mencoba melampirkan riwayat-riwayat mengenai berbagai keutamaan.


23. Diantara keempat penyusun kitab sunan tersebut, Nasai adalah orang yang memiliki kecintaan khusus terhadap Ahlulbait as dan akibat keengganannya untuk menulis sebuah kitab yang menjelaskan tentang keutamaan-keutamaan Muawiyah, maka ia menjadi sasaran pemukulan oleh penduduk Syam dan akhirnya meninggal.


24. Setelah lewat masa kodifikasi Jawami' Hadits (kumpulan-kumpulan hadits) (periode 2), para muhaddits ahlusunnah terus berusaha untuk menyusun dan lebih menyempurnakan Jawami' Hadits tersebut dan dengan itu terbentuklah periode ketiga (periode penyempurnaan dan kodifikasi baru). Al Musnad al Shahih karya Ibnu Hibban, Al Ilzamat karya Daruquthni dan Al Mustadrak 'ala Ash Shahihain karya Hakim Naisyaburi, merupakan kitab-kitab hadits yang muncul dalam rangka menyempurnakan Jawami' Hadits tersebut. dan kitab-kitab seperti Mashabih As Sunnah karya Farra Baghawi, Jami' Al Ushul karya Ibnu Atsir Jaziri, Jami' Al Masanid karya Ibnu Katsir dan lain-lain, merupakan kitab-kitab hadits yang ditulis serta disusun dalam rangka menyempurnakan kitab Jawami' Hadits.


25. Pada periode keempat, muncullah sejumlah ilmu-ilmu hadits dan sebagian ilmu-ilmu hadits yang ada pada periode-periode awal hampir menjadi sempurna. Diantara ilmu-ilmu tersebut adalah ilmu Rijal al Hadits, ilmu Mushthalahat al Hadits, ilmu Fiqh al Hadits. Ilmu Fiqh al Hadits ini menaungi beberapa cabang ilmu lain, seperti: ilmu Gharib al Hadits, Mukhtalaf al Hadits, Nasikh wa Mansukh Hadits.


26. Periode kemunduran (periode 5); yaitu antara abad 10 sampai abad 14, ilmu-ilmu hadits dan usaha untuk lebih menyempurkan kembali riwayat-riwayat yang ada mengalami kemunduran dan degradasi yang cukup signifikan.


27. Era gemilang ilmu-ilmu hadits (periode 6) dimana antara sejarah ahlusunnah dan sejarah syi'ah itu hampir sama.


Published with Blogger-droid v2.0.4

Tidak ada komentar:

Posting Komentar